Tim Media PERSIS
17 Agt 2021
SOLO - Beberapa tahun sebelum 17 Agustus 1945, sebelum Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan, sepak bola telah tumbuh dan mengakar sebagai salah satu alat perjuangan untuk meraih kebebasan dari imperialisme Belanda. Tepatnya pada 1930, Soeratin Sosrosoegondo memprakarsai pendirian sebuah federasi sepak bola yang kini dikenal dengan nama PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) sebagai wadah persatuan klub-klub sepak bola pribumi. Kini, sudah 76 tahun Indonesia menikmati kemerdekaan. Sepak bola, sebuah permainan antara dua kesebelasan masih menjadi salah satu alat pemersatu bangsa. Rivalitas antar klub, pemain, dan suporter melebur dan terasa hangat ketika melihat 11 pemain dengan lambang Garuda di dada berjuang meraih kejayaan sepak bola untuk Indonesia. Kehangatan itu juga dirasakan oleh Abduh Lestaluhu, bek sayap milik PERSIS.
“Tentu sepak bola adalah salah satu alat pemersatu bangsa, karena saya merasakan saat membela timnas semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke mendukung timnas. Itu yang menjadi motivasi pemain di dalam lapangan. Bahkan suporter dari semua klub bersatu mendukung Indonesia dan saya berharap di hari kemerdekaan ini, sepak bola kita juga segera berjalan,”
Momen paling mengharukan sekaligus membanggakan pernah dirasakan oleh Abduh kala bermain untuk Timnas Indonesia pada Piala AFF 2016 lalu. Sayang, waktu itu Sang Garuda gagal merengkuh gelar juara. Terlepas dari kegagalan tersebut, hingga kini asa untuk berjaya di lapangan hijau masih tetap terjaga. Harapan demi harapan tetap dipanjatkan oleh insan sepak bola Indonesia.
“Momen paling berkesan bagi saya adalah ketika bermain membela Timnas Indonesia melawan Thailand di final leg 1 Piala AFF Suzuki Cup 2016 dan memenangkan pertandingan. Saat itu saya lihat begitu banyak masyarakat Indonesia bergembira merayakan kemenangan Timnas Indonesia. Sungguh momen paling berkesan bagi saya. Harapan saya untuk Indonesia, semoga semuanya cepat pulih dari COVID-19 dan khusus untuk sepak bola, semoga ke depannya semakin baik dari segi PSSI, liga, dan Timnas Indonesia agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain di luar sana.”ungkap pemain kelahiran Tulehu tersebut.
Kecintaan terhadap negara ini bahkan seringkali mengundang banyak orang asing memutuskan untuk menjadi seorang warga negara. Salah satunya ialah Fabiano Beltrame, stopper yang baru saja bergabung dengan PERSIS bulan lalu. Setengah dari hidupnya telah dihabiskan di negeri ini. Tahun 2005, ia pertama kali datang ke Indonesia dan merasakan kehangatan masyarakat serta budaya Nusantara.
“Hampir setengah hidup saya ada di Indonesia, 16 tahun saya di sini dan orang Indonesia menerima saya dengan baik sekali. Saya adaptasi dengan budaya Indonesia dan suka dengan budayanya. Mirip seperti di Brazil, dan itu membuat saya betah di sini sehingga ingin jadi orang Indonesia.”
Selama 16 tahun tinggal, Fabiano juga ikut merasakan setiap momen yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia. Pemandangan bendera yang terpasang di setiap sudut kampung, desa, dan kota membuatnya ikut merasakan suasana kemerdekaan. Sebagai pemain naturalisasi yang akhirnya resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada akhir 2019 lalu, Fabiano merasa sangat senang dengan keramahtamahan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
“Hari yang luar biasa. Dilihat dari 15 hari sebelumnya sudah banyak yang pasang bendera seperti menggambarkan nasionalisme yang tinggi. Itu membuat saya hormat dan menyukai orang Indonesia. Masyarakat Indonesia selalu terbuka dengan saya di mana-mana. Kamu datang, mereka senang hati ketemu kita dan pasti kalau butuh bantuan ketika kesulitan, mereka selalu memberikan yang terbaik untuk kita,”pungkasnya.
Dirgahayu Indonesia! Semoga lekas pulih dari krisis dan dapat segera kembali merayakan sepak bola.
Download Aplikasi PERSIS
Akses berita, konten, foto, dan informasi klub lewat satu aplikasi. Unduh aplikasi PERSIS Solo sekarang juga!
Copyright © 2024 PERSIS Solo